Halaman

Rabu, 11 Januari 2012

HUBUNGAN ANTARA ASPEK PERKEMBANGAN SISWA DENGAN PEMBELAJARAN


A. Hubungan Perkembangan Intelektual dengan Pembelajaran
Kemampuan intelektual yang dapat diberikan adalah dasar-dasar keilmuan seperti membaca, menulis, dan berhitung, serta bisa juga diberikan pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan, lingkungan alam sekitarnya. Pada masa ini baik sekali dilatih menghafal, seperti berhitung, syair dan konsep-konsep atau istilah-istilah yang berkaitan dengan mata pelajaran.
Untuk mengembangkan daya nalarnya dilatih mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun yang terjadi di lingkungannya. Misalnya, yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, pergaulan yang baik dengan teman sebaya atau orang lain, masalah kebersihan dan kesehatan, masalah kemacetan lalu lintas, ataupun masalah banjir.
Kemampuan siswa dapat dikembangkan oleh guru dengan memberikan kesempatan kepada mereka memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaran yang dibacanya atau yang telah dijelaskan guru.
Untuk mengembangkan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir siswa guru dapat menerapkan pendapat jones et.al. tentang “core thinking skills” sebagai berikut :
a)    Mengasah ketajaman panca indra untuk menerima semua informasi dari luar.
b)   Melaksanakan persepsi dan perhatian untuk menampung informasi.
c)    Mengevaluasi, melakukan penilaian.
d)   Menyimpulkan, menduga, elaburasi (generating).
e)    Menginformasi, paraphrase dengan kata-kata sendiri.
f)     Mengidentifikasi ciri penting(analyzing).
g)    Mengurutkan, membedakan, mengelompokkan.
h)    mengingat, dengan strategi antara lain pengulangan, memberi makna, membuat catatan, melakukan asosiasi pengalaman sehari-hari.

B. Hubungan Perkembangan Bahasa dengan Pembelajaran
Dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu :
a.    Proses jadi matang,  dengan kata lain anak itu menjadi matang ( organ-organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata-kata.
b.   Proses belajar, dapat mempelajari bahasa lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan atau kata-kata yang didengarnya.
Kedua proses ini berlangsung sejak masa kanak-kanak, sehingga pada usia sekolah dasar, ia sudah sampai pada tingkat (1.)dapat membuat kalimat yang lebih sempurna, (2.)dapat membuat kalimat majemuk, (3.)dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.
Pemberian pelajaran bahasa di sekolah berguna agar peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk :
a.    Berkomunikasi dengan orang lain.
b.    Menyatakan isi hatinya ( perasaannya)

C. Hubungan Perkembangan Emosi dengan pembelajaran
            Pada usia ini kebayakan anak dalam mengambil tindakan dengan emosi secara kasar, hal ini bisa mereka lakukan dengan teman-teman sebayanya. Hal ini sebenarnya bisa terjadi atau tidak berpengaruh pada lingkungan keluarga. Namun dalam lingkungan sekolah pembelajaran untuk mengatasi keadaan seperti di atas bisa dilakukan bagi seorang guru dengan menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan atau kondusif.
Suasana belajar mengajar yang kondusif adalah sebagai berikut :
a.    Mengembangkan iklim (suasana) kelas yang bebas dari ketegangan.
b.    Memperlakukan siswa sebagai siswa yang mempunyai harga diri.
c.    Memberikan nilai secara adil dan objektif.
d.    Mencipkan kondisi kelas yang tertib, bersih dan sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu dan belajar siswa. Apabila emosi positif yang ada pada siswa proses belajar akan berjalan baik, misalnya siswa dapat memperhatikan penjelasan dengan baik. Begitu pun sebaliknya.

D. Hubungan Perkembangan Sosial dengan Pembelajaran
            Kemampuan berinteraksi seorang anak dengan lingkungan tempat mereka belajar akan membawa kemudahan bagi mereka untuk menerima pelajaran. Misalnya dalam mengerjakan tugas dari sekolah mereka sudah dapat berusaha sendiri-sendiri atau pun dengan membentuk suatu kelompok.

E. Hubungan Perkembangan Kesadaran Beragama dengan Pembelajaran
            Kesadaran beragama merupakan hal yang sangat penting ada pada diri anak usia ini, karena bisa sebagai pengontrol mereka dalam menentukan tingkah laku yang baik yang harus mereka lakukan sebagai pegangan dalam menghadapi goncangan yang bisa terjadi pada usia remaja. Kemampuan mereka dalam memilih sikap yang baik itu merupakan awal untuk membiasakan bertingkah laku
yang benar. Dengan demikian mereka akan mudah untuk diterima dalam kelompok belajarnya.
Hal yang dapat dilakukan seorang guru selain memberikan pendidikan materi tentang agama, seorang guru hendaknya dapat menonjolkan sikap-sikap yang baik dan mengusahakan unutk tidak memperlihatkan sikap-sikap kurang baik.

F. Hubungan Perkembangan Fisik (Motorik) dengan pembelajaran
            Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Perkembangan motorik ini sangat mendasar bagi belajar keterampilan yang sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik umumnya telah dicapainya, oleh karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
            Untuk memfasilitasi perkembangan motorik atau keterampilan ini, maka sekolah perlu menyiapkan guru khusus untuk mengajar olahraga, atau kesenian. Misal sarana prasarananya lapangan untuk fasilitas olahraga dan kesenian.


G. Hasil Observasi
            Pada usia ini anak lebih suka bermain, maka kebanyakan waktu mereka abis berkumpul dengan teman sebayanya. Tetapi dengan keadaan demikianlah yang terbaik buat perkembangan tiap individu anak, dengan berkumpul bersama teman-temannya akan menambah pengetahuan melalui pengalaman yang telah dilaluinya melalui permainan.
            Di sekolah mereka mengerjakan tugas secara bersama-sama, misalnya pada waktu membersihkan lingkungan sekolah terutama piket kelas, tapi ada  juga anak yang merasa dirinya lebih hebat sehingga dia tidak mau ikut menyelesaikan tugas tersebut. Dengan demikian haruslah diarahkan oleh gurunya. Namun hal yang sangat menarik dari anak usia ini kemampuan mereka dalam menghapal dan tapi buruknya kurang dalam memaknai apa yang dihapalnya sehingga kebiasaan pada anak yang sering terjadi cepat hapal cepat lupa, dalam artian materi yang sekarang dipelajari sudah hapal setelah pergantian materi yang sudah dikuasai hilang lagi.
             Dengan luasnya pergaulan anak akan lebih aktif, santai dalam menerima pelajaran yang berdampak mudahnya mereka dalam memfokuskan dirinya dengan materi yang diberikan guru. Begitu sebaliknya, kurangnya pergaulan bagi anak akan menimbulkan ketegangan dalam belajar, sehingga dapat menganggu kefokusan mereka dalam mengikuti proses belajar mengajar, ini biasanya berupa perasaan was-was rasa takut salah, takut ditertawakan dan sebagainya.
            Mengenai masalah keagamaan mereka masih melihat pada keadaan lingkungan sekitar, yaitu turut-turutan dengan teman sebaya atau karena disuruh oleh orang tuanya. Hal demikian dapat membawa kegiatan dengan cara sholat berjama’ah namun terkadang bukan sholat tapi malah membuat keributan dan mengganggu, atau dalam kegiatan bakti sosial mereka hanya sebagai peramainya saja. Namun pada usia ini ada juga yang mempunyai pemikiran yang jauh lebih baik dari teman-temannya tadi.
            Kemampuan berfikir anak usia ini masih sangat minim, namun dari sekian siswa sudah ada yang mempunyai kemampuan yang lebih dari teman-temannya. Sebagai contoh dari masih jauhnya daya nalar mereka pada waktu pemberian soal isian, disini sering dijawab tidak sesuai dengan pertanyaan, bahkan ada jawaban yang tidak ada sama sekali hubungannya dengan pertanyaan pada soal yang diberikan. Sedangkan untuk contoh bagi yang sudah mempunyai kemampuan mereka sudah dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan permintaan soal, tapi disini masih dalam bentuk memindahkan dari catatan atau isi dalam buku, dalam artian disini bukan hasil pendapat isi pikirannya.
            Anak usia ini dalam penggunaan bahasa masih sangat berpengaruh pada kebiasaan di lingkungannya atau berdasarkan kebiasaan, yang mana bisa dikata-kan masih asal bunyi tidak tahu itu baik atau buruk bila didengar oleh orang lain. Sehingga pernah kita jumpai seorang anak bila marah berbicara kotor walaupun di depan umum ataupun pada waktu mereka kesal terhadap sesuatu, mereka mengeluarkan kata kotor terhadap orang lain baik sesama teman terlebih lagi pada orang dewasa, orang tua dan guru misalnya. Itu menandakan bahwa mereka belum bisa berpikir apa akibat baginya atas setiap ucapannya.
            Tapi ada juga bagi anak yang terbiasa dengan keadaan lingkungan sekitar atau dalam lngkungan keluarga yang anak-anak terdidik katakanlah, hal tersebut tidak akan terjadi karena mereka tidak pernah melihat dan mendengar kata-kata itu ataupun dia sudah mampu berpikir bahwa kata-kata kotor akan berakibat buruk bagi dirinya, misalnya akan ditamparkan oleh orang tua atau guru mereka atau bagi mereka yang sudah mengenal agama itu adalah perbuatan dosa. Oleh karena itu nilai agama untuk anak usia ini sangatlah penting sekali sebagai bekal penjaga diri mereka dalam menghadapi masa remaja yang banyak sekali goncangan.
            Keadaan fisik pada dasarnya memang sangat menentukan kesempurnaan dalam belajar. Namun bagi yang keadaan fisiknya mengalami kekurangan sudah menjadi hukum alam bahwa terdapat kelebihan, misalnya seorang anak cacat tangan kanannya bukan tidak mungkin dia tidak bisa menulis dan jangan heran pada kenyataannya tulisan tersebut lebih bagus dibandingkan dengan teman-remannya normal fisiknya. Hal ini pernah kita lihat ada anak yang menulis tangan kiri sedang tangan kanannya cacat.
            Dalam kegiatan proses belajar mengajar keadaan fisik yang normallah yang sangat diharapkan untuk memungkinkan dapat mencapai keefektipan dan keefisienan tujuan belajar.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

A.    Definisi Perencanaan Pembelajaran

          Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008:2). Sedangkan yang dimaksud pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada "bagaimana membelajarkan siswa", dan bukan pada “apa yangdipelajari siswa”. Adapun perhatian terhadap apa yang dipelajari siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan. Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tercapai tujuan tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai tujuan adalah bagaimana cara menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.

        Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

        Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
1.      Perencanaan pengajaran sebagai teknologi
2.      Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem
3.      Perencanaan pengajaran sebagai sebuah
4.      Perencanaan pengajaran sebagai sains (science)
5.      Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses
6.      Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas



          Dengan mengacu kepada berbagai sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan program pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, realitas, sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan efektif dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan utama dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun kondisi sekolah/madrasah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal penting jangan sampai diabaikan.

B.    Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran

          Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas, dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut:
1.  untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan peren­canaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembe­lajaran;
2.  untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan sistem;
3.  perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar;
4.  untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perseorangan;
5.  pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari pembelajaran;
6.  sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar;
7.  perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran;
8.  inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.





C.   Manfaat Perencanaan Pembelajaran

          Perencanaan pembelajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung.

        Terdapat beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1.  Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan;
2.  Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan;
3.  Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid;
4.  Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja;
5.  Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja;
6.  Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.

          Sedangkan penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:

1.  Menghindari duplikasi dalam memberikan materi pelajaran.
     Dengan menyajikan materi pelajaran yang benar-benar relevan  dengan kompetensi yang ingin dicapai, dapat dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi pelajaran yang terlalu banyak.
2.  Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kom­petensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapapun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3.  Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempurnaan siswa.
4.  Membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksa­naan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolok ukur standar kompetensi

5.  Memperbarui sistem evaluasi dan laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain.
6.  Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya.
7.  Meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.
8.  Memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kom­petensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah/madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyata­kan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

D.    Prinsip-prinsip Umum tentang Mengajar

        Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1.  Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behavior. Entry behaviuor dapat diketahui di antaranya dengan melakukan pretes. Hal ini sangat penting agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
2.  Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis. Bahan pelajaran yang bersifat praktis berhubungan dengan situasi kehidupan. Hal ini dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi belajar.
3.  Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.


4.  Kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar. Kesiapan adalah kapasitas (kemampuan potensial) baik bersifat fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu.
5.  Tujuan pengajaran harus diketahui siswa. Apabila tujuan pengajaran diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk belajar. Agar tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan secara khusus.
6.  Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar. Para ahli psikologi merumuskan prinsip bahwa belajar itu harus bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat gradual, yaitu dari sederhana kepada yang kompleks (rumit); dari konkret kepada yang abstrak; dari umum (general) kepada yang kompleks; dari yang sudah diketahui (fakta) kepada yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak); dengan menggunakan prinsip induksi ke induksi atau sebaliknya, dan sering menggunakan reinforcement (penguatan).

E.    Tipe-tipe Belajar

Dalam praktik pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu. Robert M. Gagne mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan yang Baling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe 1tu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.
Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut.





1.   Belajar Isyarat (Signal Learning)
     Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi, respons yang dilakukan itu bersifat umum, kabur, dan emosional.
2.   Belajar Stimulus-Respons (Stimulus Respons Learning)
    Tipe belajar S–R, respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S–R. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S–R. Jadi, belajar stimulus respons sama dengan teori asosiasi (S–R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.
3.   Belajar Rangkaian (Chaining)
     Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai S–R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan-minum-merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
     Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal "pyramids itu berbangun limas" adalah contoh tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa piramida berbentuk limas kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, dan kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.
5.   Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning
     Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.


6.   Belajar Konsep (Concept Learning)
     Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta.
7.   Belajar Aturan (Rule Learning)
     Belajar aturan adalah lebih meningkat dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil.
8.    Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)
         Tipe belajar yang terakhir adalah memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu meng­aplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu yang cukup, bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga sering kali harus melalui berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan diperoleh hasil yang optimal.

   Kedelapan tipe belajar di atas tampaknya para ahli sepakat. Tipe belajar yang memiliki hierarki. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar selanjutnya. Sebaliknya tiap tipe belajar memerlukan penguasaan pada tipe belajar di tingkat bawahnya. Belajar memecahkan masalah misalnya harus menguasai sejumlah aturan yang relevan, seterusnya untuk belajar aturan perlu penguasaan beberapa konsep yang digunakan pada aturan.
Dalam kaitan dengan perencanaan pengajaran, tipe belajar ini perlu mendapat perhatian, sebab hal ini menjadi salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pengajaran yang diberikan kepada siswa. Dengan kata lain, agar siswa belajar mencapai taraf yang lebih tinggi, diperlukan kemampuan guru dalam menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

KATA SEMANTIK


A.    Kata Semantik
            Kata Semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: Semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang artinya tanda/lambang. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai pedoman kata sema itu adalah tanda linguistik (Perancis: Signe Linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand Desaussure (1966) yaitu terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi-bunyi bahasa (2) komponen yang diartikan/makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda/lambang: sedangkan yang ditandai/dilambang nya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen/hal yang ditunjuk.
            Kata semantik dapat diartikan sebagai tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika dan semantik. Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semisiologi, sememik/dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna/arti dari suatu tanda/lambang. Namun istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang luas yakni mencakup makna tanda/arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
            Semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dan antropologi bahkan juga dengan filsafat dan psikologi.

B.     Objek Dan Jenis Semantik
            Objek studi semantik adalah bahasa dengan berbagai komponen dan tatarannya. Komponen bahasa adalah leksikon/kosa kata dari bahasa tersebut. Dalam pembicaraan sintaksis lazim juga dibicarakan adanya tataran bawahan dari sintaksis yaitu fungsi, katagori dan peran. Berdasarkan adanya komponen bahasa dijadikan objek/sasaran dalam studi/penelitian. kita dapat membedakan adanya berbagai jenis semantik kita mengenal ada semantik leksikal, semantik gramatikal, semantik kalimat.
            Di dalam tataran gramatika terdapat dua subtataran bahasa yaitu mortologi dan sintaksis. Suatu studi semantik yang objek penelitiannya berupa morfologi dan sintaksis termasuk semantik gramatikal. Dengan demikian makna-makna yang terdapat dalam tataran gramatikal ini disebut makna gramatikal. Fungsi sintaksis itu sendiri yaitu berupa kotak-kotak dan diberi nama subjek, predikat, objek dan keterangan. Peranlah yang mengisi kotak-kotak itu yang mungkin sebagian pelaku (agentik), penderita (pasien). Makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.

C.    Manfaat Semantik
            Bagi seorang wartawan, seorang reporter atau orang-orang yang berkecimpung dalam surat kabaran dan pemberitahuan, mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Tanpa pengetahuan akan konsep-konsep polisime, harmoni, denokasi, konotasi dan nuansa-nuansa makna tentu akan sulit bagi mereka untuk tepat menyampaikan informasi secara tepat dan benar. Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa/bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoretis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang di ajarkannya. Sedangkan manfaat secara praktis akan diperoleh kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.
            Manfaat bagi orang awam atau bagi orang-orang kebanyakan pada umumnya tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia disekitarnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semua informasi yang ada disekitarnya dan yang juga harus mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia lingual.

D.    Semantik dalam Studi Linguistik
            Dalam perkembangan berikutnya pada tahun 1825 C. Chf Relsig seorang sarjana Jerman mengemukakan konsep baru mengenai gramatika. Dia mengatakan gramatika itu terdiri dari 3 unsur utama yaitu :
1.      Semasiolgi : studi tentang tanda, lambang bahasa
2.      Sintaksis    : studi tentang susun kalimat
3.      Etimologi  : asal usul kata
 Struktur semantik itu serupa dengan struktur logika berupa ikatan tidak berkala antara predikat (pre-) dengan seperangkat argumen (arg) dalam suatu Proposisi (pro-).

E.     Semantik Dan Disiplin
            Sudah diketahui bahwa meskipun suatu ilmu/disiplin ilmu berdiri sendiri, namun dalam operasionalnya disiplin ilmu tersebut perlu mendapat bantuan disiplin yang lain. Selain itu disiplin ilmu tertentu menjadi kajian juga disiplin ilmu lain dalam hal ini objeknya. Misalnya manusia. Manusia boleh saja menjadi kajian antropologi, biologi, kedokteran, psikologi, juga menjadi kajian sosiologi.
            Ada perbedaan tajam antara ilmu dan filsafat ilmu, oleh karena itu pendekatannya harus berbeda. Para ilmuwan menjelaskan objek ilmunya melalui rumus-rumusnya, batasan-batasan, pernyataan-pernyataan. Seperti diketahui ada 2 cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yakni rasio dan fakta. Rasio adalah sumber pengetahuan, mengembangkan paham yang kemudian disebut rasionalisme, sedangkan fakta adalah fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber pengetahuan, melahirkan paham yang disebut empirisme.
           


Fungsi bahasa itu adalah
1.      Fungsi Instrumental
2.      Fungsi Bahasa sebagai penunjang pikiran
3.      Fungsi Bahasa untuk mengungkapkan diri
4.      Fungsi Estetika

Holliday mengungkapkan adanya sejumlah fungsi yang dimiliki oleh bahasa yaitu sebagai berikut :
  1. Instrumental
  2. Regulatori
  3. Interaksional
  4. Personal
  5. Heuristik
  6. Imajinatif
  7. Informatif

F.     Studi Semantik Di Indonesia
            Sejarah BI telah melewati tahap-tahap pertumbuhan dan pengukuhan. Kini bahasa Indonesia telah berada pada tahap pengembangan dan pembinaan perkembangan BI beriringan pula dengan perubahan kehidupan mental penuturanya. Perngaruh itu sudah lebih dirasakan sekarang sebab imbas globalisasi, modernisasi, indrustrialisasi dan arus informasi tidak dapat dihindarkan. Akibatnya, orang Indonesia terpanggil untuk mencari makna kata-kata tersebut yang berarti pula studi semantik, khusus semantik bahasa Indonesia mengalami perkembangan.